Senin, 25 Juli 2011

Live Review: Helloween Java Rockin'land 2011 - Pantai Karnaval Ancol. Jakarta, 24 Juli 2011


icon_star_full icon_star_full icon_star_full icon_star_half icon_star_off


Selain masih prima sebagai vokalis band power metal, Andi Deris berbakat jadi stand-up comedian.
Oleh: Rama Wirawan
Share :   
image
Michael Weikath, gitaris Helloween (Foto: Bayu Adhitya)
Sedikitnya ada tiga hal menarik untuk disorot dalam sebuah konser band pengusung langgam musik power metal. Pertama, lengkingan demi lengkingan sang vokalis yang terkadang tidak masuk akal bagi orang kebanyakan dan membuat penonton menggeleng-gelengkan kepala karena kagum. Kedua, aksi gitaris dalam memainkan melodi pada bagian interlude secara akurat dalam tempo yang cepat. Dan ketiga, semegah apa suasana dibangun di atas panggung dengan tata suara serta tata cahaya untuk memenuhi ekspektasi penonton atas langgam musik tersebut yang seyogyanya epic.

Andi Deris, vokalis Helloween jaman ketiga setelah Kai Hansen (1984-1986) dan Michael Kiske (1986-1993), sempat membuat saya kecewa pada poin pertama saat tampil di GGI stage Java Rockin’land hari ketiga, Minggu [25/7/2011] kemarin di Pantai Karnaval, Ancol. Hal itu terjadi ketika band asal Hamburg, Jerman, pionir gerakan Power Metal Eropa tersebut membawakan lagu dari jaman Kiske, “I’m Alive.” Alih-alih menutup lagu itu dengan high register yang diimbuh efek audio delay untuk menciptakan klimaks, Deris malah menggunakan teknik falsetto untuk mencapai nada tinggi.

Namun, kekecewaan itu tidak bertahan lama. Ada tiga hal yang mampu melunturkan perasaan itu dengan cepat. Pertama, karena selanjutnya hingga Helloween memungkas penampilan dengan lagu “I Want Out” Deris tidak lagi mengulangi kesalahan serupa dan menyanyikan semua bagiannya dengan suara asli.

Kedua, karena secara keseluruhan Helloween tampil mengesankan dengan memainkan sebanyak 11 lagu -- termasuk medley tiga lagu mereka yang sama-sama berdurasi tak kurang dari tiga belas menit “Keeper of the Seven Keys,” “The King for a 1000 Years” dan “Halloween.” Pujian terutama patut diberikan kepada pemain drum dan sekaligus personel paling baru di antara yang lain Daniel Loble karena berhasil menjaga tempo dan kekuatannya selama itu.

Dan ketiga, Andi Deris yang notabene sebelumnya sudah pernah menyambangi Indonesia sebanyak dua kali bersama Helloween seolah-olah telah mengenal selera humor penonton di negeri ini. Di sela-sela lagu, Deris sempat beberapa kali melawak yang membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal.

Salah satunya adalah ketika ia menceritakan mengenai wiski berharga sangat mahal yang ia beli pada sebuah tur dan malah diminum oleh Daniel Loble tanpa sepengetahuannya. Atas hal itu, ia menyebut Loble sebagai “motherfucker.”

“Dan tahukah kalian hal yang terburuk dari itu semua? Dia mencampur wiski itu dengan Coca-Cola,” kata Deris sembari menurunkan ibu jarinya, penonton pun tertawa. Kemudian ia melanjutkan, “Sebentar, saya barusan mendengar penonton perempuan di depan sini bertanya, ‘So what?’ Honey, mencampur wiski dengan Coca-Cola is a blasphemy.

Lalu Deris memberitahu penonton, pada posisi yang ditempati Loble, yaitu di belakang perangkat drum, ia sama sekali tidak bisa mendengar apa yang Deris ucapkan. “Tenang saja, dia tidak bisa mendengar kita. Lihat ini, ya. Hi, motherfucker!” Deris melambaikan tangannya ke Loble sambil memasang muka seolah ia sedang membicarakan hal baik-baik mengenai temannya itu. Dan Loble pun dengan wajah datar membalas lambaiannya seraya terus memainkan drum seolah benar-benar tidak tahu dirinya sedang dibicarakan. Sekali lagi penonton tertawa.

Tapi jelas ini adalah sebuah konser metal dan bukan pertunjukan lawak. Helloween jelas masih punya daya gempur dalam musiknya dan karenanya lawakan Deris tadi bukanlah sebuah cara untuk menutupi usia band ini yang telah menginjak usia 27 tahun.

Gitaris Michael Weikath -- yang sejak era album Rabbit Don’t Come Easy (2003) berduet dengan gitaris Sascha Gerstner -- masih memukau dengan aksi permainan melodinya yang akurat, rapi nan indah. Dan ketika mereka berdua maju ke bibir panggung bersama pemain bass yang juga sekaligus salah satu personel terlama Markus Grosskopf untuk beraksi di depan sana, Helloween berhasil membuat saya merinding dan pada saat yang sama memenuhi dua poin terakhir yang sempat disebut di awal tadi. Gempuran itu terasa nyata ketika tanah di Pantai Karnaval menggelinjang laksana gempa ketika Helloween membawakan “Future World.”

Pada lagu terakhir, “I Want Out,” sekali lagi Deris membuat penonton tertawa. Ia mengajak penonton untuk meneriakkan “Out!” secara bersama-sama seolah-olah berperan selaku juri yang menentukan berapa nilai yang pantas diperoleh penonton atas teriakan tadi.

“OK, dari 1 sampai 5, saya rasa itu bisa saya kasih nilai 4,” ujar Deris sambil mengangkat bahunya seperti mengatakan: “Yah, mau bagaimana lagi?” Dan tentu saja penonton tidak rela. Maka akhirnya Deris memberikan kesempatan sekali lagi -- tidak, Deris memberikan kesempatan 10 kali lagi kepada penonton untuk meneriakkan “Out!” setelah ia menyanyian bagian “I want…”

“Saya tahu ini sudah larut malam dan kalian ingin pulang,” Deris mencoba memancing emosi penonton yang langsung terlihat lambaian tangan-tangan penonton menandakan mereka tidak setuju. “OK, kalau kalian ingin kami kembali lagi ke sini, saya ingin kalian berteriak sekeras-kerasnya. Jadi ketika besok ditanya teman kalian, ‘Dari mana semalam?’ kalian bisa menjawab, ‘Habis nonton konser Helloween’ (Deris mengucapkan kalimat itu dengan memegang lehernya dan suara yang seolah-olah serak).”

Lantas, penonton yang dipancing emosinya sedemikian rupa pun langsung menuruti keinginan Deris. Sebanyak sepuluh kali mereka meneriakkan “Out!” sebelum akhirnya Helloween menuntaskan lagu tersebut dan turun dari panggung dengan wajah yang terlihat bahagia. Mereka telah menaklukkan Indonesia sekali lagi serta mengalahkan hujan yang sempat turun di tengah-tengah penampilan dengan membuat penonton tetap bertahan di sana.

Arsip Blog